Pembelian izin (lisensi) penerbitan Playboy Indonesia dikabarkan mencapai 3 miliar rupiah. Model sampul Playboy edisi perdana adalah Andhara Early dan Playmate pertama Kartika Oktaviani Gunawan. Menurut pemimpin redaksi Playboy Indonesia, majalah Playboy Indonesia berbeda dari pendahulunya di mana isinya 70 persen adalah isi lokal.
Banyak ormas Islam dan perkumpulan masyarakat yang tidak setuju seperti KAPMI (Kesatuan Aksi Pemudi Muslim Indonesia),[5] MAPPI (Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia)[6] yang menentang penerbitan majalah Playboy dan mendukung RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi disahkan. Koordinator Penyelidikan Ormas Islam FPI, Habib Alwi Usman, berkeras bahwa Majalah Playboy harus ditarik dari peredaran karena dalam bahasa betawi Playboy adalah bandot yang arti katanya berarti "lelaki yang merusak wanita dan anak-anak.[7] Beberapa minggu setelah penerbitannya, terkait dengan demonstrasi yang mengarah kepada perusakan, polisi memanggil Erwin Arnada. Setelah melalui pemeriksaan selama 6 jam, Erwin menyatakan penerbitan Playboy edisi kedua ditangguhkan. Pihak kepolisian sendiri berkata bahwa pernyataan ini berhubungan dengan masalah keamanan staf dan personel yang bekerja untuk majalah Playboy, menimbang ancaman dan perusakan yang terjadi. Polisi juga masih menyelidiki tuduhan yang dilayangkan oleh pihak yang anti, apakah majalah Playboy benar benar melanggar undang undang kesusilaan, pasal 282 KUHP, yang berlaku.Setelah pernyataan ini, situs lelang ebay asal Amerika Serikat mencatat penawaran untuk membeli Playboy Indonesia edisi pertama mencapai US$101 padahal harga eceran majalah ini hanya Rp. 39,000,- untuk daerah Jawa dan sekitarnya.
Pdf Majalah Playboy Indonesia
Setelah tidak terbit untuk edisi Mei 2006 akibat kontroversi dan ancaman yang merebak, Playboy Indonesia kembali terbit pada 7 Juni 2006. Kantor Playboy Indonesia pun pindah ke Bali setelah kantor di Jakarta beberapa kali dirusak oleh FPI dan ormas-ormas lain yang menolak kehadiran Playboy di Indonesia. Playboy edisi Juni 2006 tidak memiliki satu pun iklan di dalamnya, namun pada setiap halaman yang seharusnya diisi iklan tertuliskan "Halaman ini didedikasikan untuk klien-klien loyal kami yang menerima ancaman karena memasang iklan di majalah kami." Dan kemudian tertuliskan jenis iklan yang seharusnya tampil di halaman tersebut. (misalnya produk rokok, produk telepon genggam, dst.)
Pemerintah sendiri sejak dicabutnya Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) UU No. 11/ 1966 dan mengacu pada UU Pers 40/1999 tentang kebebasan pers, tidak bisa melarang terbitnya media apapun di Indonesia. Pihak penerbit menyatakan bahwa isi edisi Indonesia akan berbeda dari edisi aslinya. Setelah terbit, edisi perdana majalah tersebut tidak memuat foto wanita telanjang, walaupun ada keraguan bahwa hal tersebut akan bertahan pada edisi-edisi berikutnya.
Dari pihak konsumen, fenomena yang terjadi dengan terbitnya Playboy secara resmi cukup menarik, pihak yang mendukung/ tidak menolak dan pihak yang menentang sama sama kecewa. Pembeli merasa kecewa karena isinya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Mereka berharap isi majalah Playboy Indonesia akan seprovokatif versi Amerika, dan ini tidak terjadi. Pihak yang anti kecewa karena Playboy jadi terbit.[7]
Di Jawa Tengah, organisasi masa yang mayoritas ormas Muslim mulai melakukan penyisiran pada penjual koran dan majalah. Mereka melakukan perampasan majalah-majalah dan tabloid berorientasi hiburan pria yang sejenis. Akibatnya masyarakat umum pun mulai kesulitan untuk menemukan majalah ini, untuk menghindari keributan antara pihak penjual dan ormas, Polisi pun mulai menyisir sendiri majalah dan tabloid ini. Di daerah Depok Polisi tidak menemukan lagi majalah tersebut dan sebagai gantinya polisi banyak menyita VCD porno dan VCD bajakan lainnya. Tindakan penyitaan ini tidak saja dilakukan dari tempat berjualan mereka tetapi juga dengan mendatangi rumah penjual dan menyitanya dari rumah mereka. Di Maluku, Majalah Playboy mendapat sambutan hangat, ini diakibatkan karena keingintahuan masyarakat akan isi majalah yang ramai dibicarakan di media. Tidak saja pria dewasa yang membelinya, bahkan ibu rumah tangga dan anak anak. Banyak yang ingin membeli kehabisan karena kiriman stok dari Jakarta terbatas.[8]
Kantor majalah Playboy pindah ke gedung perkantoran Fatmawati Mas. Sebagai antisipasi untuk menghadapi demonstrasi dan pengrusakan, disini kantor Playboy dijaga oleh masyarakat Betawi sekitar. Poster poster bertuliskan "Silakan berdemo, asal jangan anarkis" tampak jelas ditempelkan di depan kantor. Salah satu penjaga dari komunitas Betawi ini menyatakan bahwa mereka akan menjaga keamanan kompleks perkantoran ini dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Bila memang Playboy harus tutup, mereka ingin agar pemerintah yang menentukan, dan menyatakan ketidak-setujuan akan segala tindakan main hakim sendiri.[11]
Model sampul Playboy Indonesia Andhara Early, dan Playmate Kartika Oktavini Gunawan, juga dilaporkan kepada Polisi atas dasar pornografi oleh Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia.[12][13] Penyanyi dangdut yang terkenal akan goyangannya yang kontroversial, Inul Daratista, walaupun tidak pernah tampil di Majalah Playboy, didatangi puluhan orang yang berdemonstrasi ke rumahnya, di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada tanggal 15 April 2006, hanya karena menyatakan bila ada tawaran untuk menjadi model majalah Playboy, ia bersedia.[14]
Pada 29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu Kartika Oktavina Gunawan dan Andhara Early, sebagai tersangka.[15] Setelah terbitnya Playboy edisi ke-2 dan ke-3, Fla Priscilla dan Julie Estelle kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka.
Selain kontroversial, publisitas yang buruk juga menyebabkan para pengiklan hengkang dari majalah ini, dan akhirnya Playboy Indonesia ditutup setelah menerbitkan sepuluh edisi,[1] meskipun telah memindahkan operasionalnya ke Pulau Bali yang mayoritas penduduknya adalah penganut Hindu sejak edisi kedua pada bulan Juni 2006.[16] 2ff7e9595c
Comments